Arsip Berita

Anak Usia 18 Tahun Tidak Diberikan Dispensasi Kawin oleh PA Selong

dispen

Majelis Hakim memberikan penasihatan kepada Pemohon dan pihak-pihak terkait

Lombok Timur ǀ pa.selong.go.id

MHR, anak laki-laki berusia 18 tahun yang tinggal di Kecamatan Pringgabaya, ingin menikah dengan seorang perempuan, IPS. Akan tetapi, keinginannya itu ditolak oleh Kantor Urusan Agama lantaran usia MHR belum memenuhi syarat minimal usia perkawinan, yaitu 19 tahun. Karena itu, NUK sebagai ibu dari MHR mengajukan permohonan dispensasi kawin untuk anaknya ke Pengadilan Agama (PA) Selong Kelas IB.

NUK mendalilkan bahwa anaknya telah membawa pergi (melarikan) IPS dan telah tinggal bersamanya sampai perkara ini diperiksa selama 27 hari, sehingga dengan itu NUK memohon agar Pengadilan memberi izin MHR untuk menikah dengan calon istrinya tersebut.

Di ruang sidang, Kamis (23/9/2019), Majelis Hakim yang diketuai Drs. Muh. Mukrim, MH. telah menasihati NUK, MHR, IPS dan orang tua IPS supaya menunda perkawinan MHR dan IPS hingga MHR mencapai usia yang dibolehkan menikah menurut peraturan perundang-undangan.

“Mestinya jangan buru-buru menikah. Orang nikah harus siap lahir batin. Jangan hanya karena nafsu. Berapa banyak anak-anak minta dispensasi kawin di sini, dan setelah diizinkan menikah, tidak terlalu lama akhirnya mereka kembali lagi ke sini untuk mengajukan gugatan cerai. Itu karena anak-anak itu belum siap, umurnya masih kecil, emosinya belum stabil,” kata Ketua Majelis yang juga Wakil Ketua PA Selong dalam sidang yang terbuka untuk umum.

Senada dengan Ketua Majelis, Hakim Anggota H. Fahrurrozi, SHI., MH. menyayangkan pilihan menikah di usia dini. Lebih baik usia emas itu diisi dan dimanfaatkan untuk mengejar cita-cita dan meraih mimpi setinggi-tingginya demi masa depan yang lebih baik.

Menurut pengakuan MHR, seharusnya saat ini ia duduk di bangku kelas III Sekolah Menengah Lanjutan Atas (SLTA). Namun ia memilih berhenti sekolah karena ingin menikah.

“Kembalilah ke sekolah! Contoh dan teladani Pak Gubernur NTB (Nusa Tenggara Barat) yang berhasil meraih gelar doktor. Yaitu Pak Doktor Zulkifliemansyah, dan gubernur sebelumnya Pak Doktor TGB Muhammad Zainul Majdi. Kalaulah tidak sampai doktor, setidaknya selesaikan SLTA yang tinggal sebentar lagi lulus. Syukur-syukur mau melanjutkan kuliah. Kalau perlu kuliah ke Jawa atau sampai kuliah ke luar negeri. Nanti setelah mendapat ilmu yang cukup baru pulang, bangun NTB,” ujar Hakim yang pernah mengenyam pendidikan di Madrasah Aliyah Program Khusus Jember itu.

Walaupun telah diberikan penasihatan panjang lebar oleh Majelis Hakim, namun NUK sebagai Pemohon tetap dengan permohonannya untuk menikahkan anaknya. Demikian juga, MHR dan IPS sama-sama mengatakan ingin segera menikah.

Sidang kemudian di-skors beberapa menit untuk musyawarah majelis. Pemohon dan pihak-pihak terkait dipersilakan keluar ruang sidang. Setelah dirasa cukup, sidang dilanjutkan kembali. Pemohon dan pihak-pihak dipanggil masuk ruang sidang. Ketua Majelis lalu membacakan hasil musyawarah majelis berupa Penetapan Nomor 326/Pdt.P/2019/PA.Sel.

Majelis Hakim mempertimbangkan nilai-nilai luhur yang terkandung di dalam Undang-Undang Perkawinan yang menetapkan usia 19 tahun bagi laki-laki. Menurut Majelis, itu untuk mewujudkan sebuah perkawinan yang ideal dengan umur yang matang, agar perkawinan dapat berjalan dengan baik, sehat dan terjaga kelanggengannya karena kedewasaan dan kematangan calon mempelai, baik secara fisik maupun mental, yang teraplikasikan dengan pola relasi yang sejajar dan menganggap pasangan sebagai mitra/partner dan komunikasi dalam rumah tangga tersebut berjalan sesuai harapan.

Setelah mempelajari surat permohonan Pemohon, mendengar keterangan MHR dan mendengar keterangan pihak-pihak terkait, Majelis Hakim berpendapat bahwa tidak ditemukan alasan yang mendorong anak Pemohon harus dinikahkan sesegera mungkin.

“Menetapakan, menolak permohonan pemohon; Membebankan kepada pemohon untuk membayar biaya perkara ini sejumlah Rp206.000 (dua ratus enam ribu rupiah),” ucap Ketua Majelis lulusan Institut Agama Islam Hamzanwadi (IAIH) Nahdlatul Wathan Pancor itu. (flambu)