PA Selong Kembali Tolak Berikan Dispensasi Kawin Bagi Anak Umur 15 Tahun
Majelis Hakim yang memutus perkara dispensasi kawin Nomor 419/Pdt.P/2019/PA.Sel
Lombok Timur ǀ pa.selong.go.id
Pengadilan Agama (PA) Selong Kelas I B kembali menolak memberikan dispensasi kawin bagi anak perempuan berumur 15 tahun. Penolakan memberikan dispensasi kawin kali ini dilakukan oleh Majelis Hakim yang diketuai Abubakar, SH., dalam sidang, Rabu (20/11/2019).
Didampingi Hakim Anggota, H. Fahrurrozi, SHI., MH. dan Apit Farid, SHI., Ketua Majelis menguraikan pertimbangan hukum dalam Penetapan Nomor 419/Pdt.P/2019/PA.Sel.
“Menimbang bahwa surat permohonan Pemohon didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Agama Selong pada tanggal 31 Oktober 2019, oleh karena itu pemeriksaan perkara a quo merujuk kepada Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan,” kata Ketua Majelis dalam sidang yang dihadiri BMM, 45 tahun, warga Suralaga Lombok Timur, sebagai Pemohon.
Diuraikan oleh Ketua Majelis tentang politik hukum yang terkandung di dalam Undang-Undang Perkawinan, yang di dalamnya mengatur batas minimal usia perkawinan dari 16 tahun menjadi 19 tahun bagi anak perempuan.
“Menimbang bahwa dinaikkannya usia perkawinan dari 16 tahun menjadi 19 tahun menurut penjelasan umum Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019, karena umur 19 tahun dinilai telah matang jiwa raganya untuk dapat melangsungkan perkawinan agar dapat mewujudkan tujuan perkawinan secara baik tanpa berakhir pada perceraian dan mendapat keturunan yang sehat dan berkualitas,” ujarnya.
Selain itu, sambung Hakim kelahiran Bima 59 tahun, diubahnya usia perkawinan menjadi 19 tahun bagi anak perempuan agar dapat terpenuhinya hak-hak anak sehingga mengoptimalkan tumbuh kembang anak termasuk pendampingan orang tua serta memberikan akses anak terhadap pendidikan setinggi mungkin.
Ditambahkannya, bahwa hak-hak anak telah diuraikan secara mendetail dalam Undang-Undang Perlindungan Anak, antara lain hak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan hak untuk dicegah melakukan perkawinan pada usia anak.
“Menimbang bahwa pencegahan perkawinan anak perlu mendapat dukungan dari semua pihak mengingat maraknya perkawinan anak, khususnya di wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat sehingga ada ungkapan dalam bahasa Sasak, Merariq Kodeq,” tandasnya.
Lebih lanjut, Abubakar memaparkan data tahun 2014 yang menunjukkan bahwa lebih dari separoh perempuan Nusa Tenggara Barat menikah untuk pertama kali di bawah umur 19 tahun (51,8 %) dengan rincian 1,59 % menikah pada umur 10-14 tahun dan 50,29 % menikah pada umur 15-19 tahun (Vide: DP3KB, Bungai Rampai Praktik-praktik Terbaik Pencegahan Perkawinan Usia Anak di NTB, Mataram, DP3KB NTB, 2017, halaman 25).
“Menimbang bahwa tingginya perkawinan anak di Nusa Tenggara Barat harus menjadi keprihatinan bersama dan perlu mendapatkan perhatian dari semua pihak. Seluruh pihak harus berpartisipasi untuk berusaha mencegah terjadinya perkawinan anak karena jika dibiarkan dapat menimbulkan dampak yang tidak baik bagi proses pembangunan sumber daya manusia di Nusa Tenggara Barat dan dapat menghambat proses pembentukan Generasi Emas Nusa Tenggara Barat pada tahun 2025,” tegas Abubakar.
Apalagi, lanjutnya, Gubernur Nusa Tenggara Barat telah mengeluarkan Surat Edaran Nomor 150/1138/Kum/2014 tentang Pendewasaan Usia Perkawinan yang menganjurkan usia layak nikah pada umur 21 tahun baik untuk perempuan maupun laki-laki.
“Menimbang bahwa setelah mempelajari permohonan Pemohon, mendengar keterangan anak Pemohon dan calon suami anak Pemohon serta memeriksa bukti-bukti di persidangan, Majelis Hakim tidak menemukan alasan Pemohon untuk menikahkan anaknya sebagai alasan sangat mendesak; Menimbang bahwa penetapan/putusan Pengadilan berfungsi sebagai alat rekayasa sosial (tool of social engineering) maka Pengadilan tidak dapat membiarkan anak yang belum mencapai usia perkawinan lalu meninggalkan bangku sekolah untuk melenggang ke gerbang perkawinan, sebab yang demikian dapat menjadi preseden buruk bagi masyarakat; Menimbang bahwa berdasarkan seluruh pertimbangan di atas, permohonan Pemohon agar Pengadilan memberikan dispensasi kepada anak Pemohon untuk menikah harus ditolak,” kata Ketua Majelis, Abubakar. (flambu)