Arsip Berita
Ketua PA Selong, Direktur Pusdiklat APSI dan Ketua Umum KoHEBSI Bahas Prospek Sarjana Hukum Ekonomi Syariah
Ketua PA Selong (dua dari kiri) bersama dua pembicara seminar nasional dan moderator
Lombok Timur ǀ pa.selong.go.id
Fakultas Syariah Institut Agama Islam Hamzanwadi (IAIH) Nahdlatul Wathan (NW) Pancor Lombok Timur menyelenggarakan seminar nasional tentang “Prospek dan Tantangan Sarjana Hukum dalam Arah Baru Ekonomi Syariah di Indonesia” di Gedung Juang 45 Selong, Senin (23/12/2019).
Tampil sebagai pembicara dalam seminar tersebut adalah Ketua Pengadilan Agama (PA) Selong Kelas I B, Drs. H. Gunawan, MH., Direktur Pusat Pendidikan dan Pelatihan (Pusdiklat) Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Asosiasi Pengacara Syariah Indonesia (APSI), Agus Suprianto, SH., SHI., MSI., CM., CTL. dan Ketua Umum Konsultan Hukum Ekonomi dan Bisnis Syariah Indonesia (KoHEBSI), Thalis Noor Cahyadi, SHI., SH., MA., MH., CLA., CM.
Adapun yang bertindak sebagai moderator adalah Ketua Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH) IAIH NW Pancor, Zainul Islam, SHI., MH., lulusan Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Pada kesempatan itu, Ketua PA Selong mengungkapkan kerinduannya akan kehadiran advokat dan mediator lulusan Fakultas Syariah. Sepengetahuannya, belum banyak advokat lulusan Fakultas Syariah yang beracara di PA Selong dan tidak ada sama sekali mediator dari luar pengadilan yang berpraktik di pengadilan yang wilayah hukumnya mencakup seluruh wilayah Kabupaten Lombok Timur itu.
Ketua PA Selong yang juga lulusan Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar mendukung sarjana-sarjana hukum lulusan Fakultas Syariah untuk menjadi advokat dan mediator.
“Kami harapkan adik-adik mahasiswa sebagai calon Sarjana Hukum dapat mengisi peluang sebagai advokat dan mediator, sehingga mampu membantu pengadilan dalam menyelesaikan sengketa,” ujar Ketua PA Selong.
Hal yang sama juga dikemukakan Agus Suprianto. Menurutnya, mediator sekarang dibutuhkan oleh publik, baik mediator di lingkungan pengadilan maupun mediator yang praktik swasta di luar pengadilan.
“Selama ini mediasi di pengadilan dilakukan oleh hakim atau panitera yang bersertifikat mediator. Bila di pengadilan ada mediator dari luar tentu akan sangat membantu pengadilan, karena hakim dan panitera sudah mempunyai tugas pokok tersendiri dalam menangani perkara yang diajukan ke pengadilan,” tuturnya.
Penyelesaian perkara melalui mediasi, sambung Agus, lebih mencerminkan keadilan sejati, karena betul-betul sesuai dengan kehendak para pihak. Mereka sama-sama menang dan tidak ada yang merasa menang, sebaliknya tidak ada yang merasa kalah. Putusan hakim meskipun demi keadilan, tapi faktanya bagi pihak yang kalah itu tidak adil dan membuka peluang untuk upaya hukum berikutnya. Selain itu, mediasi membutuhkan waktu yang relatif cepat dan biaya yang relatif murah.
“Untuk menjadi mediator profesional, seseorang harus lulus pendidikan dan pelatihan sertifikasi mediator yang dilaksanakan lembaga pendidikan yang telah terakreditasi sebagai penyelenggara diklat mediasi oleh Mahkamah Agung, misalnya Pusdiklat APSI yang terakreditasi 'A' dari Mahkamah Agung,” terang pria lulusan Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta itu.
Ditambahkan Agus, bahwa mediator profesional yang buka praktik swasta seperti layaknya dokter, advokat dan notaris juga sangat dinanti-nanti oleh publik. Sengketa-sengketa di masyarakat bila selesai dengan mediasi akan mencegah laju perkara di pengadilan. Karena penyelesaian melalui mediasi membawa kemaslahatan dan kerukunan di tengah masyarakat, seperti dalam perkara waris dan kebendaan lainnya. Dalam perkara ekonomi syariah bisa diselesaikan dengan win win solution, misalnya dengan penjadwalan ulang angsuran dan penjualan jaminan secara sukarela.
Direktur Pusdiklat APSI berharap, para mahasiswa Fakultas Syariah yang tidak lama lagi akan menjadi Sarjana Hukum mulai melirik profesi mediator, di samping juga advokat.
Para pembicara seminar nasional bersama Wakil Rektor IAIH NW Pancor
Pembicara lainnya, Thalis Noor Cahyadi membahas perkembangan dunia bisnis syariah di Indonesia, khususnya di Nusa Tenggara Barat (NTB), yang itu membuka peluang bagi Sarjana Hukum Ekonomi Syariah untuk menjadi advokat atau konsultan hukum.
Dijelaskannya, industri keuangan syariah seperti Bank Umum Syariah (BUS), Bank umum konvensional yang membuka Unit Usaha Syariah (UUS), Bank Permbiayaan Rakyat Syariah (BPRS), industri keuangan non Bank seperti koperasi syariah (BMT), Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LMK-Syariah), Industri Bisnis Syariah seperti hotel syariah, rumah sakit syariah, restoran syariah sangat membutuhkan lawyer-lawyer atau konsultan hukum dengan latar belakang syariah yang mempunyai kemampuan seperti menyusun dan melakukan analisis akad syariah, jaminan kontrak syariah, audit syariah dan opini syariah. (ahru/sprit)